Home » » Mudik dan Balik Bandung dari Aceh, dari yang Bereh hingga Remeh

Mudik dan Balik Bandung dari Aceh, dari yang Bereh hingga Remeh

Alhamdulillah sudah sampai ke Kota perantauan, kota Bandung. Sungguh perjalanan mudik dan arus balik dari Aceh yang lumayan panjang, menguras tenaga, waktu dan dana yang tidak sedikit tentunya untuk kami pedagang yang baru dihajar pandemi. Nanti kedepan kalo ada yang nanya kenapa jarang pulang kampung mungkin bisa nanya langsung ke Pak Prabowo dan Ust YM. Jangan tanya saya lagi.

Btw, mudik kali ini memang spesial. Walaupun singkat tapi sangat terasa karena sudah lama tak pulang kampung dan kembali merasakan bahwa teman terbaik dan peduli saat susah ternyata adalah keluarga, walaupun mungkin kita pernah berkali-kali mengecewakan mereka. Itulah namanya ikatan sedarah, baik buruknya kita tetaplah saudara dekat. Lebih mudah memaafkan saudara ketimbang orang lain ya kan.

Itulah keluarga, saat kita berkali-kali berantem dan berbaikan kembali. Berbeda dengan teman yang terkadang sudah berantem bermaafan tapi takkan sama kembali, menjawab salam tapi enggan salaman. Sama kayak lirik sebuah nasyid jadul dari Nowseeheart: "sayangi keluarga, disitulah bahagia". 

Alhamdulillah dikarunia keluarga besar yang baik semua, dengan kelebihan dan kekurangan yang beragam. 

Mohon maaf juga buat ratusan kawan-kawan lama yang belum sempat saya ajak ketemu satupun.
Mungkin saya yang minder ngajak ketemuan karena mereka semua sudah hebat-hebat semua. Ada yang sudah jadi pak kepala dinas, pak kabid, pak camat, pak dokter, pak dosen, dan pakpak yang lain. Sedangkan saya siapa, hanya remahan tango di sudut sendal bocil-bocil.
Atau mungkin ada yang ngajak ketemuan pas saya udah di kota lain, mungkin kedepan bisa bertemu lagi kalo saya masih hidup tentunya. Saya ingin menulis "nanti kita ketemuan saat saya sukses", tapi ini sangat tendensional, kasar dan tak baik. Walaupun sedikit masuk akal. Eh kok saya tulis pula.

Mudik kali ini juga menyadarkan saya bahwa saya yang dulu sering merindukan Aceh tapi kali ini mulai sedikit merasa "I don't belong there", kayak emang udah cocok jualan di perantauan dimana tak ada yang berkomentar kalo kita belum sukses, tak ada yang berkomentar kalo mobil kita belum semengkilat mobil-mobil salon. Tak ada yang komentar kalo rumah kita tak seluas rumah-rumah KPR. Karena terkadang nafsi-nafsi di kota besar itu penting untuk remahan roti gabin kayak kami. Everything gonna be fine, we'll enjoying this life on different way. Yang penting tidak "meulanggeh" (melanggar) agar hidup jadi "meutakeh" (enak). Kosa kata terakhir itu saya baru tau pas pulang kemaren.

Mau nulis panjang lagi tapi ntar bukannya nambah teman, malah mengurangi teman.
Tapi sekali lagi mohon maaf lahir batin buat semua ya. Semoga tidak ada dosa diantara kita.

Btw, sekarang saatnya siapkan tenaga untuk bekerja sambil beribadah agar hidup yang singkat ini menjadi lebih berkah. Bismillah...

0 comments:

Post a Comment

silahkan komentar...jangan pake pedes ya...hehe